Tanggal: 5 Juli 2025
Probolinggo — Keindahan alam dan kekayaan budaya Gunung Bromo kembali menjadi sorotan dunia melalui Festival Bromo 2025, yang digelar mulai 3 hingga 7 Juli 2025. Mengusung tema “Misty Harmony: Alam, Musik, dan Spiritualitas”, festival ini memadukan ritual adat suku Tengger, pertunjukan seni kontemporer, serta konser musik jazz bertaraf internasional yang digelar di kawasan kaldera Laut Pasir Bromo.
Acara ini dihadiri lebih dari 15.000 pengunjung lokal dan mancanegara, menjadikannya salah satu festival budaya paling bergengsi di Asia Tenggara tahun ini.
Ritual Kasada: Warisan Sakral Suku Tengger
Puncak festival ditandai dengan pelaksanaan Yadnya Kasada, sebuah ritual tahunan suku Tengger yang mempersembahkan hasil bumi ke kawah Bromo sebagai bentuk syukur dan penghormatan pada leluhur.
Ritual ini dilakukan tengah malam pada tanggal 4 Juli, diiringi tabuhan gamelan, doa adat, dan iring-iringan warga mengenakan pakaian tradisional lengkap. Ribuan wisatawan menyaksikan langsung ritual ini dari lereng kawah, menciptakan suasana magis nan menggetarkan.
Tokoh adat Tengger, Dukun Mbah Aryo Kusumo, menjelaskan bahwa tahun ini adalah momen istimewa karena posisi bulan purnama tepat berada di atas kawah saat persembahan berlangsung.
“Ini pertanda harmoni langit dan bumi. Para tamu asing pun ikut larut dalam doa,” ujarnya.
Jazz Gunung: Musik Menyatu dengan Kabut
Setelah ritual Kasada, suasana berubah menjadi syahdu dan artistik dalam acara Jazz Gunung Bromo, yang tahun ini menghadirkan musisi papan atas seperti:
-
Tohpati Ethnomission
-
Idang Rasjidi Syndicate
-
Yura Yunita
-
serta kolaborasi spesial musisi Prancis Laurent Richard dengan sinden muda asal Malang.
Panggung terbuka dibangun menghadap langsung ke pegunungan, dengan penonton duduk beralas tikar di lautan pasir. Cahaya rembulan, kabut tipis, dan suara gamelan elektrik menciptakan atmosfer yang tak terlupakan.
“Saya seperti berada di negeri dongeng, tapi nyata,” ujar Claire Dumont, turis asal Belgia yang mengaku sudah merencanakan kedatangannya ke Bromo sejak tahun lalu hanya untuk festival ini.
UMKM, Kuliner, dan Ekowisata
Selain pertunjukan seni dan budaya, festival ini juga menghadirkan:
-
Pasar rakyat Bromo yang menjual kerajinan tangan khas Tengger
-
Workshop tari topeng Malangan dan anyaman bambu
-
Zona kuliner Jawa Timur dengan menu seperti sate kelinci, nasi aron, dan kopi kayu manis lereng Semeru
Pemkab Probolinggo menyatakan bahwa transaksi UMKM selama 3 hari pertama festival telah menyentuh Rp 3,2 miliar, dan sektor penginapan mencatat okupansi hingga 98%.
“Kami menjadikan festival ini sebagai motor penggerak ekonomi dan diplomasi budaya,” ujar Bupati Probolinggo, Tantri Yuliandari.
Rencana Internasionalisasi
Festival Bromo akan mulai dipromosikan secara global mulai 2026, dengan target menjadikannya bagian dari UNESCO Creative Festival Network, serta menjalin kemitraan dengan Montreux Jazz Festival (Swiss) dan Ubud Writers & Readers Festival.
Kesimpulan:
Festival Gunung Bromo 2025 membuktikan bahwa alam, budaya, dan musik bisa menyatu dalam satu peristiwa yang menggugah rasa. Dari kesakralan Kasada hingga keindahan jazz di bawah bintang, Bromo bukan sekadar destinasi, melainkan panggung spiritual dan artistik yang mengangkat Indonesia ke mata dunia.