Philippe Coutinho, gelandang serang asal Brasil yang pernah dijuluki “The Little Magician”, kini menjalani babak akhir dari kariernya yang penuh pasang surut. Dari kilau brilian bersama Liverpool, transfer mahal ke Barcelona, hingga perjuangan menghidupkan kembali kariernya di berbagai klub, perjalanan Coutinho adalah gambaran nyata betapa cepatnya dunia sepak bola bisa berubah.
Awal Karier: Talenta Muda dari Brasil
Lahir di Rio de Janeiro pada 12 Juni 1992, Philippe Coutinho Correia menunjukkan bakatnya sejak kecil. Pada usia 16 tahun, ia direkrut Inter Milan, meskipun tetap dipinjamkan ke klub masa kecilnya, Vasco da Gama. Di Italia, ia sempat kesulitan beradaptasi dan gagal menunjukkan konsistensi. Namun bakat alaminya tak terbantahkan.
Peminjaman ke Espanyol di La Liga menjadi titik awal kebangkitannya. Di sana, ia mulai memperlihatkan kualitas sebagai gelandang serang dengan dribel halus, visi permainan tinggi, dan kemampuan mencetak gol dari luar kotak penalti.
Puncak Karier di Liverpool: Dari Diragukan ke Idola Anfield
Pada Januari 2013, Coutinho bergabung dengan Liverpool dengan biaya hanya £8,5 juta — pembelian yang terbukti menjadi salah satu yang terbaik dalam sejarah modern klub. Di bawah asuhan Brendan Rodgers dan kemudian Jürgen Klopp, ia menjelma menjadi pusat kreativitas The Reds.
Dengan teknik luar biasa, kemampuan memecah pertahanan lewat umpan-umpan tajam, serta spesialisasi tembakan jarak jauh, Coutinho menjadi idola Anfield. Dalam 5 tahun, ia mencatat 54 gol dan 45 assist dari 201 penampilan dan masuk beberapa kali ke dalam PFA Team of the Year.
Transfer Mahal ke Barcelona: Antara Ambisi dan Tekanan
Pada Januari 2018, Coutinho pindah ke FC Barcelona dengan mahar sebesar €160 juta (termasuk bonus) — menjadikannya salah satu pemain termahal dalam sejarah. Namun ekspektasi tinggi di Camp Nou menjadi beban berat.
Meski awalnya tampil cukup impresif, ia tak pernah benar-benar menemukan peran ideal di sistem permainan Barcelona. Tekanan publik, rotasi posisi, dan cedera membuat performanya menurun drastis. Ia dicemooh fans di Camp Nou dan perlahan tergeser dari skuad utama.
Peminjaman, Cedera, dan Perjuangan Kembali
Setelah dianggap surplus, Coutinho dipinjamkan ke Bayern München pada musim 2019/20. Meski hanya jadi pemain rotasi, ia membantu Bayern meraih treble winner (Bundesliga, DFB Pokal, Liga Champions) dan bahkan mencetak dua gol ke gawang Barcelona di laga 8-2 yang legendaris.
Sayangnya, kariernya kembali merosot setelah kembali ke Barça. Cedera lutut serius membuatnya absen lama. Pada 2022, ia bergabung dengan Aston Villa, bereuni dengan Steven Gerrard. Awalnya tampil menjanjikan, tapi penurunan performa dan cedera kambuhan kembali menghalangi momentum.
Petualangan Terbaru dan Masa Depan
Sejak 2023, Coutinho menjalani masa peminjaman ke Al-Duhail SC di Qatar. Meski tampil cukup baik di level kompetisi yang lebih rendah, sorotan global terhadapnya mulai meredup. Kini di usia 33 tahun, masa depannya menjadi bahan spekulasi: apakah ia akan melanjutkan di Timur Tengah, kembali ke Brasil, atau gantung sepatu?
Di level internasional, Coutinho telah mencatat 68 caps dan 21 gol untuk Timnas Brasil. Ia ikut meraih Copa América 2019 dan tampil di Piala Dunia 2018, menjadi pemain penting di lini tengah Brasil pada masa-masa transisi.
Kesimpulan:
Philippe Coutinho adalah kisah tentang kejeniusan yang sempat mencapai langit, tetapi harus menghadapi kenyataan keras dunia sepak bola modern. Ia bukan sekadar pemain hebat, tapi juga simbol era perubahan di Liverpool dan cerminan betapa sulitnya mempertahankan puncak di klub-klub raksasa.
Kini, dalam senja kariernya, para pencinta sepak bola masih berharap bisa melihat satu kali lagi kilau dari sang penyihir kecil asal Brasil — meski hanya sebentar, namun cukup untuk mengingatkan dunia pada magisnya dulu.